MPR: Mafia Tanah Merupakan Kejahatan Yang Terstruktur, Sistematis, Dan Massif
Jakarta - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berharap negara tidak kalah apalagi tunduk dan berkawan dengan mafia tanah.
Hal ini disampaikannya dalam workshop nasional Refleksi Akhir Tahun
Memutus Ekosistem dan Episentrum Mafia Tanah' yang diselenggarakan
Program Studi Magister dan Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia
(UKI) bekerjasama dengan MPR RI.
Turut hadir, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil secara digital,
anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus, penyidik Tindak Pidana Utama
Tingkat II Bareskrim Polri Brigjen Agus Suharnoko, pakar hukum agraria
Aartje Tehupeiory, dan Ketua Umum Online forum Korban Mafia Tanah
Indonesia SK Budiarjo.
"Kejahatan atas tanah adalah kejahatan berjamaah yang terstrukur,
sistematis dan massif. Data Badan Pertanahan Nasional membuat kita
kaget, terdapat 242 kasus mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,"kata Basarah dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).
Menurut Politikus PDIP ini, kejahatan atas tanah adalah kejahatan yang
terstrukur, sistematis, dan massif, maka penanganannya harus dilakukan
secara lintas sektoral dan menyeluruh, baik dari tingkat satuan
pemerintahan terkecil, PPAT atau notaris, BPN, penegak hukum, hingga
pengadilan.
"Sebaik apa pun sistem yang dibuat jika tidak didukung oleh semangat
penyelenggara negara atau pelayanan publik yang baik dan profesional,
mafia tanah akan tetap merajalela.
Kuncinya terletak pada semangat para
penyelenggara negara. Jika mereka bermental penjahat dan korup, maka
permasalahan mafia tanah di Tanah Air tidak akan pernah ada habisnya,"kata dia.
"Memutus ekosistem dan episentrum mafia tanah harus dari hulu. Di sini,
bagaimana seluruh pemangku kepentingan di tingkat negara memiliki good
will dan political will serta action untuk menjamin kepastian hukum dan
keadilan bagi warga masyarakat pemilik tanah agar mereka tidak menjadi
mangsa para mafia tanah,"sambung Basarah.
Sementara, Pakar Hukum Agraria Aartje Tehupeiory mengatakan, Negara
harus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus mafia tanah secara
political will. Sebab pemberantasannya membutuhkan strategi jitu dengan
mengaktifkan semua lembaga terkait, khususnya aparat penegak hukum.
" Kejujuran dan sifat memperjuangkan kebenaran dari semua
pejabat-pejabat yang terkait dengan pengurusan masalah tanah juga harus
dijunjung tinggi.
Karena sebaik apapun sebuah sistem dibangun untuk mengatasi masalah atau konflik pertanahan, masalah mafia tanah tidak akan pernah berhenti jika moral pejabat-pejabat yang terkait tidak dijunjung tinggi,"ucapnya.
Jangan Hanya Wacana
Ketua Program Studi Doktor UKI John Pieris mengusulkan perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Mafia Tanah yang bersifat independen. Dia menduga mafia tanah ini melibatkan aparatur Negara baik di pusat maupun di daerah. Bahkan hakim-hakim juga diduga terlibat praktik mafia tanah."Komisi pemberantasan mafia tanah harus direkomendasikan. Hasil workshop ini harus disampaikan kepada Presiden sebagai tanggungjawab ethical untuk bangsa, untuk anak cucu,"kata John.
Sementara Wayan Sudirta selaku Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Doktor Hukum UKI yang juga anggota Komisi III DPR RI, berharap ini bukan hanya sekedar wacana.
"Semoga keluarga besar UKI sepakat menindaklanjuti hasil seminar ini secara maksimal. Bahkan sangat memungkinkan kita sampaikan hasil seminar ini ke Presiden, sehingga upaya pemberantasan mafia tanah tidak berhenti sampai disini hanya pada tingkat wacana seminar saja"kata dia.
Komentar
Posting Komentar